Rabu, 02 Desember 2015

Mati Mematung

Tidak ada yang benar-benar mati, kecuali untuk patung.

Kata mati untuk seseorang yang masih hidup, tampaknya tidak pas. Bahkan orang yang sudah meninggal tidak lantas mati menurut kitab suci. Dalam buku Psikologi Kematian disebutkan kata mati hendaknya diganti dengan 'pulang'. Ke mana pulangnya? Tidak tahu. Tetapi menimbulkan rasa optimis di dalamnya.

Salah satu aliran agama melarang adanya patung berwujud manusia  disimpan di dalam rumah. Bahkan lukisan berbentuk manusia atau hewan katanya tidak boleh. Alasannya rumahnya tidak akan diberkati Tuhan. Tai kalau kata saya.

Bukan patung, lukisan atau benda mati menyerupai manusia yang tidak boleh disimpan di dalam rumah. Tetapi  manusia yang menyerupai patung yang justru tidak akan diberkahi Tuhan. Manusia yang seperti patung, mati, tidak bergerak, tidak memberi manfaat bagi orang-orang sekitarnya.

Sedangkan yang kita lihat sekarang ini, orang-orang yang mengaku taat pada ajaran agama masih saja asal jeplak. Tidak boleh ada patung di dalam rumah nanti dimasuki jin, atau nanti rumahnya tidak berkah. Pret!

Kita bukan patung yang hanya memiliki pilihan untuk dipajang. Pilihan selalu ada, apalagi menyangkut profesi atau menghasilkan uang. Kembali pada kita untuk selalu berpikir, tidak makan mentah-mentah seperti contoh patung di atas.

Pantaskah kita bilang mati untuk sekadar putus dari satu profesi? Jika iya, terima saja jika dipanggil patung.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar